RAKERNIS EVALUASI PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2019
|
Rahajeng #sahabatbawaslu sameton Badung. Bawaslu RI menggelar Rapat Kerja Teknis (Rakernis) dengan tajuk Evaluasi Penanganan Pelanggaran Pemilu Tahun 2019 sehari pada Jumat (6/9/2019) pukul 09.00 - 18.00 WIB di kota Malang - Jawa Timur. Peserta Rakernis Gelombang I ini adalah Kordiv Penanganan Pelanggaran Bawaslu Kabupaten/Kota dan Bawaslu Provinsi dari 12 Provinsi, yaitu: Jawa Timur, Aceh, Bali, Bengkulu, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Gorontalo, Sulawesi Utara, Papua, Kepulauan Riau, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara. Selain evaluasi penanganan pelanggaran selama tahapan Pemilu 2019, juga diselenggarakan dalam rangka penyampaian laporan akhir divisi penanganan pelanggaran.
Rakernis dibuka oleh anggota Bawaslu RI Kordiv Penindakan, Dr. Ratna Dewi Pettalolo, S.H., M.H. yang menyampaikan bahwa hakikat evaluasi adalah untuk menilai keberhasilan dan efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi, serta mencari permasalahan, kendala atau hambatan bagi Divisi Penanganan Pelanggaran serta bagaimana solusi kedepannya. Evaluasi ditekankan pada aspek SDM, regulasi, Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), dan teknis penanganan pelanggaran yang mencakup proses pelaksanaan, anggaran, administrasi, dan sarana prasarana penunjangnya.
Usai pembukaan, acara dilanjutkan dengan membagi peserta kedalam diskusi kelompok yang menghasilkan sejumlah catatan evaluasi, sebagai berikut:
- Adanya perbedaan pandangan terhadap ketentuan dalam regulasi antara Kejaksaan, Kepolisian, dengan Bawaslu dalam wadah Sentra Gakkumdu (SG).
- Adanya perubahan susunan personel atau penggantian anggota dari pihak Kepolisian dan/atau Kejaksaan pada saat proses penanganan pelanggaran di SG.
- Tidak ada pengaturan dalam regulasi terhadap pemanggilan paksa terlapor dan saksi oleh SG.
- Terdapat potensi terjadinya keributan dalam penyelesaian pelanggaran administrasi pada saat tahapan pungut hitung ketika dilakukan pemeriksaan secara terbuka.
- Keengganan masyarakat untuk berani melapor sehingga lebih banyak dugaan pelanggaran yang dijadikan temuan. Namun pada dalil temuan, masyarakat tidak ada yang bersedia menjadi saksi dugaan pelanggaran tersebut.
- Tidak dikenal mekanisme voting dalam mengambil keputusan di SG sehingga keputusan menjadi tidak bulat.
- Belum adanya ahli yang satu pandangan hukum dengan Bawaslu dan anggaran dalam membayar honor saksi ahli masih minim.
- Laporan seringkali dinyatakan gugur karena kadaluarsa yaitu baru dilaporkan kepada Bawaslu sejak pelapor mengetahui adanya dugaan pelanggaran padahal tahapan sudah berakhir.
- Tidak ada pengaturan terkait ketentuan administrasi terhadap laporan yang dicabut oleh pelapor.
- Pada tingkat penyidikan, terlapor ada yang mempermasalahkan Bawaslu sebagai pihak pelapor dalam dalil temuan.
- Adanya ketidaksesuaian antara regulasi Pemilu dengan Pilkada sehingga peserta Pemilu/Pilkada menjadi leluasa melakukan politik uang pada masa tenang.
- Nomor putusan sidang adjudikasi sama dengan nomor register perkara, dimana sebaiknya dibedakan.
- Tidak adanya penganggaran untuk proses pemanggilan saksi dan terduga/terlapor.
- Perbedaan pendapat hukum antara Kepolisian dengan Bawaslu terkait keterangan saksi.
- Pasca tahapan pungut hitung, ada kendala dalam penanganan pelanggaran administrasi cepat dalam hal waktu, sarana, dan prasarana.
- Perlunya peningkatan kapasitas SDM khususnya staf Bawaslu yang membidangi penanganan pelanggaran, baik untuk keperluan sidang maupun saat proses investigasi.