HARI KEBEBASAN PERS INTERNASIONAL DAN SEJARAH SINGKATNYA
|
Rahajeng #sahabatbawaslu sameton Badung. Setiap tanggal 3 Mei, jurnalis di seluruh dunia termasuk di Indonesia, memperingati Hari Kebebasan Pers Internasional atau World Press Freedom Day (WPFD). Namun tahukah sahabat bagaimana sejarahnya? Yuk kita simak.
Dikutip dari situs kominfo.go.id, hari bersejarah buat kalangan jurnalis ini bermula dari Deklarasi Windhoek di Namibia pada 3 Mei 1991. Tahu kan dimana Namibia itu? Sejumlah wartawan di Afrika menyerukan agar ada pluralisme dan kemandirian media. Hari bersejarah ini bahkan diproklamirkan oleh UNESCO pada Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1993, menyusul rekomendasi sidang ke-26 Konferensi Umum UNESCO pada tahun 1991 sebagai respon atas ajakan kelompok Deklarasi Windhoek.
Sidang Umum PBB 1993 tersebut menetapkan 3 Mei sebagai hari untuk memperingati prinsip dasar kemerdekaan pers guna mengukur kebebasan pers di seluruh dunia. Sejak saat itu, 3 Mei juga menjadi hari untuk mendorong inisiatif publik agar turut memperjuangkan kemerdekaan atau kebebasan pers dari serangan atas independensi media dan memberikan penghormatan kepada para jurnalis yang meninggal dalam menjalankan profesinya. Maksud penghormatan tersebut karena masih terjadi kekerasan yang dialami awak media dalam menyusun berita.
Lalu bagaimana korelasi Hari Kebebasan Pers Sedunia dengan kebebasan pers Indonesia? Klimaksnya terjadi pada 23 September 1999. Presiden B.J. Habibie mengesahkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) yang mencabut wewenang pemerintah untuk menyensor dan membreidel media massa di era sebelumnya. Namun kebebasan pers kini acapkali disalahartikan masyarakat sebagai kebebasan membagikan informasi tanpa batas. Persoalan disinformasi dan kabar hoax ini memang menjadi isu sentral di kalangan jurnalis. Apalagi dengan perkembangan media sosial dimana banyak bermunculan citizen journalist, membuat disinformasi dan hoax semakin tak terbendung.
Media dijuluki sebagai pilar keempat demokrasi, melengkapi eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Kebebasan pers pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas demokrasi. Dengan kebebasan pers, media massa dimungkinkan untuk menyampaikan beragam informasi sehingga memperkuat dan mendukung warga negara untuk berperan di dalam demokrasi atau disebut civic empowerment. Maraknya berita hoax sudah menjadi masalah sejak Pemilu Presiden 2009. Menurut jurnalis senior Amerika Serikat, Steven Reiner, berita hoax telah menjadi fenomena global.
Grup percakapan di aplikasi pesan berbalas seperti WhatsApp disebut sebagai media daring yang paling populer di Indonesia sebagai basis penyebaran hoax. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) serta Dewan Pers, terus berupaya untuk melawan fenomena berita hoax ini, termasuk isu sentris hoax propaganda politik. Karena itu, Steven Reiner menekankan penting bagi pembaca dan pewarta untuk menggunakan pemikiran logis dan kritisnya dalam mengonsumsi dan mengolah berita atau informasi. "Saring sebelum sharing".
Selamat Hari Kebebasan Pers Internasional. Salam sehat sahabat pers Indonesia, tetap independen, tetap lugas, tuntas, dan akurat. Salam Awas!